Lamaran Dua tahun kemudian, di kedai kopi yang sama, tepat di meja nomor 5 tempat mereka pertama bertemu. Tidak ada musik romantis atau penari latar. Juni hanya mengeluarkan sebuah kotak beludru biru dari sakunya.
"Julii," ucap Juni dengan suara bergetar, "kamu adalah ketidaksengajaan terindah dalam hidupku. Maukah kamu membuat noda-noda cerita bersamaku selamanya?" Dengan mata berkaca-kaca, Julii mengangguk. "Ya, Juni. Selamanya."
Pernikahan Hari itu akhirnya tiba. Di bawah langit yang cerah, dikelilingi keluarga dan sahabat terdekat, Julii berjalan menuju altar. Gaun putihnya menyapu lantai, senyumnya merekah. Di ujung sana, Juni berdiri gagah, matanya tak lepas memandang wanita yang akan menjadi teman hidupnya.
Saat mereka mengucapkan janji suci, suasana hening penuh haru. "Dalam suka maupun duka, hingga maut memisahkan."
Sebuah ciuman kening mengakhiri upacara itu, menandai awal dari petualangan baru mereka sebagai suami istri. Cinta yang bermula dari tumpahan kopi, kini telah bermuara pada keabadian.